Di manakah
Perputaran Uang itu? Strategi Awal Menjadi Seorang Sales
Purwakarta, beberapa tahun yang lalu…
Diot,
seorang sarjana lulusan PTN ternama di Bandung, memulai pekerjaan barunya
sebagai penjual susu saset. Ia ditempatkan oleh perusahaannya di Kabupaten
Purwakarta sebagai seorang prinsipal pabrik
untuk mengawasi tim penjualan di distributor lokal setempat. Satu
bulan pertamanya ia harus menjadi salesman penjual susu sachet. Setelah
itu, akan naik jabatannya sebagai supervisor yang harus mengembangkan stategi marketing ATL* (Above The Line) & BTL* (Below
The Line) di areanya. Tidak disangka keberaniannya menjawab tantangan
menjadi seorang sales bisa mengubah pola
pandang akan kehidupannya, kedewasaannya, kepuasannya, kantongnya, sampai lebih
jauh lagi..dia merasakan bagaimana perputaran uang bisa mempengaruhi atmosfer
lingkungan menjadi bahagia atau pun merana. Sehingga ia tidak ragu untuk
mengajak teman-temannya yang baru lulus kuliah untuk masuk dan berkontribusi di
dunia tim sales, untuk menolong masyarakat perekonomian kelas bawah.
Pertama
kali menginjakkan kakinya di Kota Purwakarta, yang tidak sesuai dengan
harapannya. Ia merasa kecewa. Mengapa tidak
ditempatkan saja di Jakarta yang dekat kantor pusat atau kota lainnya.
Pokoknya kota yang rame. Ada tempat
hiburannya, malnya, bioskopnya. Namun, yang namanya surat penempatan
kerja sudah tidak bisa ditawar lagi. Kemampuan Diot adalah pandai bernegosiasi
ke instansi-instansi pemerintahan. Tapi sayang kemampuannya itu belum bisa ia gunakan. Para instansi seperti kekurangan
uang dalam artian sedang defisit. Seolah-olah menunggu pemulihan. Alih-alih
kabarnya ternyata karena Bupati
Purwakarta dan sebagian konco-konconya, tepat setelah pergantian periode,
terkena bui karena tersandung kasus
korupsi. Para Institusi itu sedang menunggu tindakan bupati yang baru terpilih.
Periode transisi itu beku, tidak ada pembangunan pabrik baru, perumahan,
hotel-hotel, kafe-kafe dan toko-toko. Kata para pejabat tender di bagian
institusi hal itu terjadi karena masih proses cuci piring dari bupati lama ke
yang baru, belum ada anggaran. Begitu parahkah dampak korupsi ke perputaran uang di suatu daerah?
Meskipun hal itu dilakukan segelintir orang? Bagi siapa pun suasana tidak akan
kondusif normal ketika ada yang
berkorupsi, bukan?
Lupakan
tender-tender. Diot mencoba peruntungan di tempat yang lain. Ia mencoba ke
pasar-pasar tradisional. Langsung mendatangi
pasar di tengah kota, yaitu Pasar Rebo. Ia terkaget pertama kalinya.
Datanya tidak cocok antara list costumer base dan kenyataan. Pada data list
hanya tertera satu toko, ternyata kenyataannya di sana terdapat sebuah pasar
dengan puluhan kios sembako. Mengapa pasar sebesar itu belum terdaftar? Segala
cara ia lakukan untuk menemukan jawabannya. Sahutan dari sales admin
distributor cukup menohok. Ternyata pasar itu disembunyikan datanya untuk
menghindari kunjungan para manager pusat. Luar biasa memang, kalau
begitu alasannya. Ia pun langsung menggarap pasar itu, menawarkan produknya ke
setiap toko dan kios. Sedikit demi sedikit pundi-pundi omzet bertambah dengan
cara menemukan toko baru dan kios
yang diregistrasi. Diot sekarang mulai
sadar, perbaikan internal lebih penting daripada menyalahkan lingkungan.
Peluangnya mendapatkan omzet masih banyak. Menguji keabsahan daftar toko
diperlukan sehingga data bisa valid dan meningkatkan kinerja dan omzet.
Masuk
ke pasar tradisional mengajarkan ia mengerti
arti murahnya sebuah kebahagiaan. Sebuah kebahagiaan sederhana yang
dilambangkan oleh sebuah tawa. Ketika ia
mengeluarkan nota tagihan ke pedagang kelontong. Pedagang itu meneriakinya,
“Hai, mengapa harga susumu naik terus? Di mana-mana susu itu makin lama semakin
turun! Ini kok malah naik!” Diot tertegun memahami arti perkataan itu. Secara denotatif ia bisa
menjelaskan. Hal ‘itu’ bisa dihindari
bila seseorang rutin fitness
menggunakan alat Cable Cross-ups sehingga dada bisa kencang kembali. Namun, sebelum
mulutnya terbuka untuk menerangkan hal
itu, ia melihat kuli angkut dan tukang parkir yang tertawa. Ia pun jadi tahu itu hanyalah
gurauan. Tidak perlu ditanggapi. Cukup
balas senyum saja. Asalkan semua
tagihan dibayar, perputaran uang kembali lancar.
Candaan di pasar memang barbar.
Tetapi bisa membuat orang melupakan suasananya. Suasana
lalu-lalang beserta bau sampah yang
menyengat. Melupakan peluh yang bercucuran. Melupakan berita hoaks. Melupakan kebejatan pejabat yang berkorupsi.
Melupakan terik mentari yang membakar kulit dan problem hidup lainnya. Pernah
di suatu peristiwa, Diot sangat mencerna dan merenungi pertanyaan dari
seorang kakek yang berusia delapan puluh
tahunan, yang masih kuat berprofesi sebagai pedagang kopi susu seduh yang
berkeliling ke setiap kios. Dengan tangannya yang bergetar, si kakek
mengeluarkan uang receh untuk membeli
produk susu saset di genggaman tangan Diot, lalu sang kakek berujar lirih,
“Nak, kenapa yah aku minum susu kental manis kok keluarnya masih encer ?” Diot
diam tanpa ekspresi, tetapi bibirnya menyeringai. Di hatinya tertancap rasa
bangga, ternyata produk susu saset jualannya membantu perekonomian si kakek
sepuh itu, meski terasa keki juga karena
si kakek masih ganjen dalam candaannya. Ia pun terbahak bersama. Diot berpikir mungkin itulah yang membuat sang kakek panjang umur dan terlihat sehat, berkat
banyak gerak, suka bercanda dan ramah. Sebuah filosofi hidup dari pasar di hari terakhirnya acting sebagai salesman.
Diot sudah menjadi supervisor.
Target naik terus sesuai dengan gajinya.
Ia harus berpikir lebih luas lagi. Tidak hanya menggarap pasar tradisional dan
toko-toko modern trade yang harus ia bina untuk bisa mengorder terus. Tetapi,
dia juga harus mulai menjelajah setiap kecamatan mana saja yang belum
dikunjungi oleh timnya. Ia melihat peta dan fokus terhadap jumlah penduduk, lalu dikalibrasikannya untuk
mengetahui estimasi jumlah toko yang ada
di sana. Dengan cara seperti itulah ia menemukan Kecamatan Sukasari yang belum tergarap. Diot
pun menuju ke sana, namun alangkah disayangkan area Kecamatan Sukasari yang
berseberangan dengan Kecamatan Jatiluhur itu tersekat oleh Waduk Jatiluhur yang
luas. Transportasi menuju ke sana bila mau cepat harus menggunakan perahu motor, yang berukuran panjang sembilan
meter dan lebar satu meter. Sedangkan ia bersama driver colt pembawa barang. Hal
yang mustahil menyeberang ke sana. Ia pun bertanya sana-sini, diketahuilah salah- atu jalan darat menuju ke
sana harus melalui Desa Jatimekar, kalau
di sana desa itu terkenal karena
ada pabrik PT Texfibre.
Mudah bagi Diot untuk
menemukannya karena koperasi PT Texfibre sudah menjadi daftar langganannya.
Tetapi, alangkah kagetnya ketika
mengetahui akses menuju Sukasari
adalah jalan yang sering ia lihat. Jalanan tanah berbatu. Ia mencoba turun dari mobil menuju jalan
penghubung itu, benar saja jalan masih belum diaspal, samping jalan masih bukit tanah mengeluarkan
air tanah freatik meleber membasahi
jalan. Penduduk sekitar mengatakan itu bukan jalan, tapi sungai yang kering. Bahaya bila dilewati
dan belum ada penerangan bila malam. Alternatif lain harus memutar ke arah
Karawang via tol. Alangkah jauhnya.
Masih Kabupaten Purwakarta tetapi harus lintas kabupaten lain untuk
mencapainya. Perputaran ekonomi cukup sampai di sini karena infrastruktur yang
kurang memadai.
Sebelum Diot menuju mobil colt-nya
ia bertemu dengan penduduk Kecamatan Sukasari yang memakai motor. Terlihat ban
motornya dipenuhi oleh tanah liat, sebut saja Pak Boyi. Ia bercerita, “Betul
Pak, kalau akan naik mobil lewat sini, riskan! Jalan rusak parah. Kami di sini
kesusahan juga buat bela-beli suatu produk. Contohnya harga semen di desa kami
bisa lebih mahal 40% daripada di Jatiluhur. Produk hasil alam kami, bambu juga
menjadi mahal ketika sudah masuk ke kota karena ada biaya tambahan
transportasi. Jadi, kami tidak bisa bersaing dan tetap jadi desa tertinggal.
Anak-anak pergi ke sekolah pun juga memiliki resiko, sebagian harus bulak-balik
memakai perahu kayu. Padahal masih satu kabupaten. Diot memahami dan
menceritakan juga niatnya yang mau berjualan ke area Kecamatan Sukasari itu.
Lalu Pak Boyi ingin melihat produk-produk yang akan dijual oleh Diot. Ia mengatakan produk-produk tersebut
laku di areanya hanya saja belum ada
salesman yang datang ke sana. Pak Boyi
pun membeli produk sachet susu sebanyak empat karton, lalu disatukanya bersama
barang-barang lain di dalam tas obroknya. Rupaya ia baru saja ke Pasar Jumat
Purwakarta untuk membeli kebutuhan warungnya. Sebelum meninggalkan Diot, Pak
Boyi memberikan pesan, “Tolong sampaikan saja yah bila ketemu para pejabat atau
investor. Di sana perlu pembangunan. Lihat saja di peta daerahnya potensi
wisata karena separuh wilayahnya di pinggiran Danau Jatiluhur.”
Diot menghela nafas. Kerjanya sebagai sales bisa juga sebagai
penyambung aspirasi masyarakat yang ditemuinya. Nalarnya membisikkan bahwa sebuah usaha tidak akan
mengingkari hasil. Meskipun gagal ke
Sukasari produknya tetap saja ada
yang beli. Ia bertaruh di hatinya, bila ia mencapai ke sana ratusan
karton produknya pasti terjual. Ia memutar balik mobil colt-nya. Semangat dan
ambisinya berhenti lantaran jalur transportasi tidak sesuai kenyataan dan tidak
segampang yang tergambar di peta. Ia mengharapkan semoga suatu saat nanti
bupati baru dan pemerintah pusat membuka jalan licin penghubung antara
Jatiluhur dan Kecamatan Sukasari. Masalah prasarana jalan mempengaruhi suatu
perekonomian di daerah terutama pedesaan. Bukan hanya itu, masalah gizi dan
pendidikan pun bisa ikut dipengaruhi.
Matahari sudah tepat di atas
kepala, waktunya makan siang. Sang supir truk menganjurkan makan siang di
sekitar terminal Jatiluhur. Di sana
parkir mobil sangatlah luas. Di samping terminal itu ada warung nasi
yang terkenal dengan sambel dadakannya. Beberapa orang sudah mengantri untuk
santap siang. Beberapa orang juga mengantri untuk menjual hasil tangkapan Ikan. Ternyata Waduk
Jatiluhur multifungsi, selain sumber air di Jawa Barat dan pembangkit tenaga
listrik juga sebagai sumber perekonomian masyarakat sekitarnya. Pemuda yang
belum mempunyai pekerjaan atau orang tua yang sudah pensiun mencari uang tambahan dengan cara memancing
ikan. Lalu menjualnya ke rumah-rumah makan. Menurut Ibu-ibu kegiatan itu sangat
positif dibandingkan ikut-ikutan ormas berbahaya yang meresahkan masyarakat
yang cinta damai. Kegiatan memancing bagi yang muda sebagai kegiatan pelipur
hati manakala tidak ada kegiatan atau pun sedang menunggu lowongan kerja di
pabrik-pabrik. Begitulah cerita si Ibu Menor pemilik warung makan.
Ibu Menor suka bercerita. Ketika
menggoreng ikan ia mengeluh, “Peternak ikan keramba Jatiluhur sekarang pada
kuatir. Ada jenis ikan baru di waduk
yang memakan ikan peliharaan. Duh, apa yah.. namanya? Ikan…ikan elevator! Eh
itu mah tempat naik ke lantai atas di
Yogya Supermarket,” katanya tersipu malu.
Seorang gadis berpakaian perawat RSUD yang ngantri makanan
ikut menjawab dengan tersenyum geli, “Ikan inkubator, Bu!”
Supir truk sambut
menjawab, “Ikan karburator, Bu.”
“Eh, si Akang mah salah! Itu tuh ikan kalkulator,” kata
kasir sambil menggunakan alat hitung itu untuk menjumlahkan harga pada sebuah nota. Diikuti gerai tawa
seisi rumah makan.
Diot tersenyum geli. Aktivitas komedi seperti itu,
mungkin tidak akan pernah didapat
pada orang yang bekerja di kantoran.
Komedi kespontanan alami yang bisa mengalahkan
acara komedi yang terkesan kaku di TV.
Bayangkan untuk menyebut ikan aligator saja bisa sangat luar biasa! Jawaban
yang terlontar sesuai dengan keahlian penjawab masing-masing. Kealamiannya
membuktikan bahwa manusia bisa juga
salah berasumsi karena dikerangkeng oleh keahliannya masing-masing.
Ikan aligator, ikan tamu di Waduk
Jatiluhur. Yang populasinya sekarang justru
merugikan habitat ikan aslinya.
Hasil panen peternak ikan nila menurun. Diduga ikan aligator inilah
pemangsanya. Bermula dari seseorang menaruh ikan hias aligator itu di keramba dan lepas! Ikan
aligator bisa tumbuh sampai satu meter dengan moncong mulut seperti buaya. Para
pemancing dan peternak sedang memburu ikan aligator ini untuk diamankan. Tidak
disangka faktor eksternal ketidaktahuan seseorang mengenai Ikan ini serta tidak melapor ke badan pengawas terkait
membuat perekonomian peternak ikan terganggu. Perenungan baru lagi bagi Diot,
bahwa ketidaktahuan, kecerobohan dan kelicikan bisa merugikan banyak orang dan
mempengaruhi kehidupan perekonomian mereka. Hatinya membenarkan, karena di
kehidupan nyata banyak sekali permasalahan
dari ketidaktahuan, kecerobohan dan kelicikan, seperti yang terjadi di
pelanggaran hak cipta, apartemen yang tidak
jadi dibangun padahal uang sudah
masuk ke rekening pengembang. Korupsi yang menguntungkan beberapa orang
saja-menggangu daya beli dan pola konsumsi korbannya!
Banyak sekali faktor yang
mempengaruhi perputaran uang di masyarakat yang sangat berpengaruh kepada daya
beli. Dan menjadi seorang sales
bagian lapangan akan
lebih merasakan bila ada suatu peristiwa terjadi di suatu daerah
akan berdampak pula pada pola konsumsi masyarakatnya. Terjadi hukum timbal
balik. Kejadian-kejadian begitu bersinergis
saling mempengaruhi. Ada suatu pelajaran lagi bagi Diot, suatu kejadian membawa
keberuntungan. Oleh karena itu ia berani
membeli rumah dan mobil dengan
menggunakan fasilitas cicilan di bank.
Ada suatu penyebab penjualan susu sasetnya di Kecamatan Jatiluhur meningkat
sampai 325%! Bukan saja karena sebagian
ikan aligator sudah tertangkap warga. Tetapi ada peristiwa yang
lain lagi, adanya pembangunan pabrik yang berasal dari investor Korea Selatan di Kecamatan Jatiluhur, munculnya
pabrik baru PT Win Texile .
PT Win Textile yang menyerap tenaga
kerja, di gelombang pertama merekrut enam ratus pekerja per satu gedung
dari rencananya yang akan dibangun empat
gedung. Penghasilan dari pekerja baru sangat terasa mempengaruhi daya beli dan
perekonomian setempat. Rumah-rumah makan bermunculan sehingga para peternak dan
pemancing ikan bisa menjual produknya lebih luas. Para atlet dayung pemenang
medali emas bisa menginvestasikan
uangnya membangun kos-kosan. Kafe-kafe bermunculan. Perumahan-perumahan mulai
dibangun. Jalan-jalan diperbaiki. Kota menjadi begitu hidup. Pengaruh sektor
riil buat perekonomian rakyat kecil begitu terasa. Bayangkan bila ada
suatu program pemerintah, satu
pembangunan pabrik di satu kecamatan di daerah terpencil?
Target distributor yang dipimpin
Diot tercapai terus. Diot merasa tidak
boleh bermanja lama di departemen sales. Ia betekad untuk terus mencapai target
dengan cara pergi ke lapangan untuk
mengembangkan area, membuat dan mengusulkan promo yang sesuai dengan jenis toko,
mengevaluasi kinerja salesman supaya efektif dan efisien dengan terus
memberikan field training serta
membuat kejutan-kejutan hadiah buat
salesman. Ia berencana mengajak semua tim salesman distributor untuk makan
malam sebagai reward masuk target di
tahun ini. Acara dan tempat diserahkan kepada para juru jual itu. Undangannya
berada di salah satu restoran di jalur Pantura, tepatnya di Patok Beusi. Tidak
semua manusia beruntung mengetahui tempat
tempat Indah dan aman seperti
tempat makan dan hiburan di ibu kota. Juga tidak semua manusia bisa
mengecap pendidikan yang tinggi. Di daerah
terpencil para salesman dan supir truk, yang rata-rata lulusan sekolah
dasar sampai menengah mempunyai cara
sendiri untuk mengalihkan sementara beban hidupnya dengan cara bersenang-senang
di restoran karoke berdinding setengah bilik
kayu. Menyanyi adalah ekspresi bebas mereka untuk melepaskan penat dari
himpitan hidup. Khayalan mereka bisa menyerupai orang yang
hidupnya enak di acara–acara TV
yang sebenarnya sudah di setting . Lampu-lampu berwarna-warni, semua orang
harus berwajah gembira, ada artis-artis berpakaian mewah. Hanya saja artis di
sini adalah gadis-gadis desa yang dipermak make up semampunya, kadang cocok,
kadang malah ada yang seperti topeng. Diot tertegun manakala artis-artis itu
datang berperawakan sintal memakai
pakaian transparan berfuring. Melihat Diot masih mengamati, salesman di
pinggirnya berkata, “Kenapa Boss? Ada yang bulat,tapi bukan tekad yah?”
Diot melotot. Sang salesman merasa
bersalah lalu menghibur sambil terkekeh, “Perputaran perekonomian Bos! Ayo
diminum susu kopinya, jangan pakai sedotan yah.”
Keterangan* :
ATL adalah kependekan above
the line: Aktivitas marketing atau promosi yang biasanya dilakukan oleh
manajemen pusat sebagai upaya membentuk brand image yang diinginkan, contohnya
adalah iklan TV, tema iklan radio, membranding toko (dengan spektrum dan nomor jenis warna yang sudah disetujui), billboard di pinggir jalan dengan warna
yang sesuai, kriteria pemilihan ambasador, penentuan maskot produk, dll.
BTL adalah kependekan dari below the line : Aktivitas marketing yang bisa dilakukan tingkat
lokal yang berkedudukan di Head Office, dan biasanya diserahkan kepada manager
atau supervisor lokal misalnya mensponsori seminar lokal, pemilihan SPG/SPB untuk event,
membagikan sarana promosi dan sampel produk. mensponsori narasumber lokal,
menggunakan bujet dana taktis dengan jumlah maksimal yang sudah ditentukan